Periodisasi sastra merupakan bab pembelajaran kelas 3 sma, nah kali ini ane akan ambil salah satu contoh periodisasi sastra menurut para sastrawan salah satunya menurut Ajip Rosidi (ajip dibaca ayip bro). Check this out!
PERIODISASI SASTRA MENURUT AJIP ROSIDI
Periodisasi
sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai
dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri
tertentu yang berbeda dengan periode yang lain, misalnya pada angkatan ’45.
Ciri-ciri Angkatan
’45 adalah:
§ Terbuka
§ Pengaruh unsur
sastra asing lebih luas
§ Corak isi
lebih realis, naturalis
§ Individualisme
sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis
§ Penghematan
kata dalam karya
§ Ekspresif
§ Sinisme dan
sarkasme
§ Karangan prosa
berkurang, puisi berkembang
Periodisasi
sastra menurut Ajip Rosidi :
A. Masa
Kelahiran :
1. Periode awal
tahun 1933
2. Periode 1933
- 1942
3. Periode 1942
- 1945
B. Masa
Perkembangan :
1. Periode 1945
- 1953
2. Periode 1953
- 1960
3. Periode 1960
- sekarang
Ada ratusan
karya Ajip. Beberapa di antaranya:
• Tahun-tahun
Kematian (kumpulan cerpen, 1955)
• Ketemu di
Jalan (kumpulan sajak bersama SM Ardan dan Sobron Aidit, 1956)
• Pesta
(kumpulan sajak, 1956)
• Di Tengah
Keluarga (kumpulan cerpen, 1956)
• Sebuah Rumah buat
Haritua (kumpulan cerpen, 1957)
• Perjalanan
Penganten (roman, 1958, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh H.
Chambert-Loir, 1976; Kroatia, 1978, dan Jepang oleh T. Kasuya, 1991)
• Cari Muatan
(kumpulan sajak, 1959)
• Membicarakan
Cerita Pendek Indonesia (1959)
• Surat Cinta
Enday Rasidin (kumpulan sajak, 1960);
Salah satu contoh karya ajip rosidi:
AKU
Karya Ajip
Rosidi
Tinju menghantam. Belati menikam.
Seluruh dunia bareng menyerang, menerkam.
Aku bertahan. Karena diriku
Dalam badai, gunung membatu.
Lengang sebatang pinang
Di padang pusaran topan.
Segala arah menyerang. Dari luar, dalam.
Tikaman tiada henti. Siang, malam.
Aku bertahan. Karena hidup
Muatan duka nestapa
Yang kuterima ganda ketawa
Periodisasi
sastra pada
masa kelahiran :
Periodisasi
sastra awal tahun 1933
Periodisasi
ini sering disebut juga zaman balai pustaka. Padamasa ini prosa (roman, novel, cerita
pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun,
gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai
Pustaka didirikan untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang
dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian
(cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan
karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa
Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa
Madura.
Periodisasi
sastra tahun 1933 s.d 1942
Periodisasi
ini merupakan karya sastra Indonesia setelah zaman balai pustaka. Masa ini ada dua kelompok sastrawan
Pujangga baru yaitu :
1. Kelompok
“Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2. Kelompok
“Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi
Periodisasi sastra
tahun 1942 s.d 1945
Pengalaman
hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan
'45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan
Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini
banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya
puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang
diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan
bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan
dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa
Indonesia.
Periodisasi
sastra pada masa perkembangan :
Periodisasi
sastra tahun 1945 – 1953
Angkatan
50 ini sendiri ditandai oleh terbitnya majalah sastra kisah asuhan H.B.Jassin.
angkatan ini didominasi oleh cerita pendek. Pada angkatan ini muncul gerakan
komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam lembaga kebudayaan rakyat
(lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Muncul perpecahan dan polemik
yang berkepanjangan dikalangan sastrawan.
Nama
angkatan 50 itu sendiri dikemukakan pertama kali oleh Rendra beserta kawan
kawan dari jogja pada akhir 1953. Nama ini diberikan bagi sastrawan yang mulai
menulis pada tahun 50 –an. Ajip rosidi menulis naskah yang berjudul “sumbangan
terbaru sastrawan indonesia kepada kesusastraan Indonesia.
Periodisasi
sastra tahun 1953 – 1960
Istilah
angkatan ‘66 yang dikemukakan oleh H.B. Jassin melalui antologinya mendapat
beberapa tanggapan dari berbagai pihak pengarang, diantaranya adalah Ajib
Rosidi. Ajib menganggap bahwa penamaan dan pengajuan tesis mengenai angkatan
‘66 itu kurang dapat dipertanggungjawabkan. H.B. Jasssin sendiri berpendapat
bahwa angkatan ‘66 ini sejalan dengan tumbuhnya aksi-aksi sosial politik di
awal angkatan ‘66 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan
Tritura. H.B. Jassin merumuskan bahwa sastra angkatan ‘66 adalah sastra yang
diwarnai oleh protes dan perjuangan menegakkan keadilan berdasarkan
kemanusiaan. Berdasarkan teori tersebut H.B. Jassin berpendapat bahwa tahun
1966 merupakan tahun lahirnya suatu generasi dan konsep baru dalam sastra yang
kemudian disebutnya dengan nama angkatan ‘66.
Ajib
Rosidi melihat bahwa teori Jassin tidak konsisten, terutama dalam menunjukkan
sastrawan-sastrawan yang dianggap mewakili angkatan ‘66. A.A. Navis contohnya
ia disebutkan sebagai pengarang angkatan ‘66, namun sastrawan ini muncul sejak
tahun 1950-an. Hal ini sebagai dasar Ajib Rosidi dalam menanggapi pendapat H.B.
Jassin. Ia tidak melihat teori Jassin ini dapat diterapkan untuk menyebut
lahirnya angkatan ‘66. Masyarakat sastra pada umumnya sudah terlanjur menerima
pernyataan H.B. Jassin sehingga dalam ilmu sastra pun terdapat penamaan
angkatan ‘66.
Pada
saat menjelang tahun 1970-an sastra perotes sudah tidak bergema lagi seperti
awal tahun 1960-1966. Sastra protes tersebut tercermin pada kumpulan sajak
Taufik Ismail, yaitu: Tirani dan Benteng. Awal tahun 70-an mulai berkembang
sastra populer dan bermunculan majalah hiburan, majalah wanita, majalah
profesi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gema angkatan ‘66
tidak dimulai pada tahun 1966 tetapi pada tahun 1966 justru angkatan ‘66 mulai
berakhir.